15 January 2007

Mengimani Para Nabi Perlukah dilogikakan?

Bismillahirrahmanirrahim

Malam ini mengikuti pengajian Tafsir Jalalain di Musholla tempatku tinggal. Pengajian ini rutin namun baru beberapa kali saya ikuti karena kesibukan kerja yang biasanya pulang hingga malam [biasa setelah jam kerja explor di IE]. Tapi alhamdulillah saya mendapatkan hikmah dari pengajian ini. Dalam kajian malam ini sang Ustadz membahas tafsir Yasin kebetulan pada giliran Surat Maryam (bukan Maria Eva) membicarakan kelahiran nabi Yahya putra dari Nabi Zakaria.

Dari ayat yang tercantum seperti kutipan al quran ayat 1-15, Ternyata kelahiran seorang Nabi Yahya sulit dilogikakan. Bagaimana Nabi Yahya as bisa lahir dari ayahnya bernama Nabi Zakaria as yang usianya 125 tahun sementara isterinya 85 tahun. Nabi Zakariapun tidak mempercayai ketika ia dikabari oleh Tuhan akan dikaruniai seorang anak. Beliau berkata dalam al qur’an ayat -5:


Zakaria berkata : “Ya Tuhanku, bagaimana akan ada seorang anak bagiku, padahal isteriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua”. (S. Maryam, 08)

Namun Tuhan menjawab:

Tuhan berfirman : “Demikianlah”. Tuhan berfirman : “Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesungguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali”. (S. Maryam, 9)

Dari jawaban itu maka logika tidak bisa bermain karena Allah berfirman: “hal itu adalah mudah bagi-Ku”. Dari ungkapan inilah maka keimanan sungguh sulit dilogikakan. Disinilah keimanan diuji.


Sebenarnya bukan nabi Zakaria saja yang asal kelahiranya tidak sama dengan manusia lainnya. Sebut saja misalnya Nabi Isa as (Yesus Kristus dalam agama kristen). Beliau lahir tanpa Bapak, demikian pula Nabi Adam.

Karenanya, keimanan bisa menetap dalam hati, alamnya unilmit luasnya dari dunia hingga akhirat. Sementara logika bermain pada tataran terbatas dengan alam yang terbatas pula (dunia), sebagaimana Rasulullah saw bersabda: “antum a’lamu biumuri dunyakum” you are more known then me about the world’s problem”. Jadi gurunya keimanan adalah para Nabi sedangkan logika bebas sebebas-bebasnya meskipun tidak mengikuti nabi sekalipun…
Wallahu a’alam


Bagaimaan menurut para pembaca…. Mohon diskusinya.


  • Kisah Zakaria dalam Al Qur’an
    Kaaf Haa Yaa ‘Ain Shaad
    (Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhanmu kepada hamba-Nya, Zakaria,
    yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.
    Ia berkata:”Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdo’a kepada Engkau, ya Tuhanku.
    Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera,
    yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya’kub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku seorang yang diridhai”.
    Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.


Zakaria berkata : “Ya Tuhanku, bagaimana akan ada seorang anak bagiku, padahal isteriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua”.
Tuhan berfirman : “Demikianlah”. Tuhan berfirman : “Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesungguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali”.
Zakaria berkata : “Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda”. Tuhan berfirman “Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal kamu sehat”.

No comments: